a.
Faktor yang
mempengaruhi Pemberdayaan Karyawan
Rosabeth Moss Kanter
dalam bukunya Men and Women in Organizations (1993) organisasi sangat membutuhkan
seluruh sumber daya manusia yang dimiliki untuk diberdayakan dalam
bekerja. faktor pertama dalam
memberdayakan karyawan dalam organisasi oleh
Kanter di bagi dalam 2 power
(kekuasaan) yaitu
1)
Formal Power
Formal
power adalah kekuasaan dalam bekerja yang berhubungan langsung dengan
organisasi yang didapat secara resmi/diakui.
Formal
power terdiri dari :
a)
Definisi pekerjaan
Definisi pekerjaan
sering di Indonesia sering disebut dengan uraian tugas. Pengertiannya adalah
adalah penyataan tertulis yang menjelaskan tugas-tugas, kondisi kerja dan
aspek-aspek lainnya dari suatu jabatan tertentu (Werther & Davis, 1989). Istilah lain disebut dengan job description.
Pemberdayaan karyawan
dimulai dengan ini. Karyawan mengerti dan memahami apa yang harus dilakukan,
dan tujuan dari pekerjaannya serta hasil dari pekerjaannya. Karyawan yang
mengetahui tentang pekerjaannya akan mengeluarkan kemampuan dan kreatiftas yang
dimiliki bila didukung dengan faktor yang lain.
b)
Kebijakan
pengertian kebijakan
adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu
masalah tertentu (Anderson, 1984)
kebijakan dalam
memberdayakan karyawan berkaitan dengan serangkaian tindakan yang akan
dilakukan oleh pimpinan bila karyawan mampu menyelesaikan tugas dengan baik dan
mampu berkreasi dalam melakukan tugasnya.
c)
Penghargaan
Penghargaan adalah ganjaran
yang diberikan untuk memotivasi para karyawan agar produktivitasnya tinggi (Tohardi, 2002). Penghargaan dalam pemberdayaan karyawan sangat terkait dengan
konsep motivasi. Penghargaan yang akan diperoleh karyawan baik materi maupun
immateri.
Karyawan akan merasa sangat
diberdayakan dan juga termotivasi untuk bekerja lebih baik bila memperoleh
dukungan dan penghargaan bila dapat melakukan sesuatu yang lebih baik dalam
bekerja.
2)
Informal
Power
Informal
power adalah kekuasaan dalam bekerja yang berhubungan dengan situasi dan
kondisi lingkungan pekerjaan
Informal
power terdiri dari :
a)
Hubungan dalam organisasi
Hubungan dalam organisasi adalah nilai
yang terbentuk dalam suatu organisasi secara keseluruhan. Manusia sebagai
makhluk sosial akan selalu menjalin hubungan dan terhubung dengan manusia yang
lain. Hubungan antar karyawan inilah yang akan mempengaruhi pemberdayaan
karyawan dalam bekerja. Nilai dan budaya yang tercipta dalam hubungan antar
karyawan di organisasi akan secara
langsung maupun tidak langsung akan berangsur mempengaruhi karyawan.
b)
Hubungan dengan sponsor, rekan kerja dan lintas divisi
Adalah hubungan yang
terjalin antar karyawan, antar karyawan lintas bagian maupun antar karyawan
dengan pimpinannya. Hubungan ini lebih bersifat pribadi dari karyawan yang akan
diberdayakan. Hubungan pribadi antar karyawan dalam suatu organisasi walau
tidak berefek langsung kepada keseluruhan karyawan namun akan mempengaruhi
karyawan yang bersangkutan. Pemberdayaan harus mengidentifikasi hubungan ini
sebelum memberdayakan karyawan.
Faktor kedua oleh
Kanter disebut dengan akses yang terkait dengan pemberdayaan struktural yang
sering dikutip oleh Laschinger et al (2001, 2002,2003, 2009) adalah;
1)
Memiliki akses pada informasi
Rasa berdaya akan
muncul bila organisasi membagi informasi
secara menyeluruh kepada karyawannya. Informasi yang hanya sedikit, akan
mempengaruhi karyawan dalam bekerja. Informasi yang kurang menjadikan karyawan
merasa tidak memiliki organisasi. Informasi yang diberikan bukan hanya tugas
dan tanggung jawabnya namun meliputi semua aspek organisasi.
2)
Adanya dukungan (support)
Karyawan akan timbul rasa berdaya bila mendapat dukungan dalam bekerja. Terdapat suatu penghargaan atas pekerjaan yang
telah dilakukan dengan baik. Sebaliknya, jika tidak ada dukungan dalam bekerja,
akan mengakibatkan stress dalam bekerja, timbul rasa tidak betah dan ketidakpuasan.
3)
Memiliki akses terhadap sumber daya
Akses sumber daya adalah
fasilitas yang dapat digunakan karyawan dalam bekerja. Bekerja dalam keadaan
kekurangan sarana dan prasarana akan membatasi inovasi karyawan dalam bekerja.
Sebaliknya jika karyawan mempunyai fasilitas yang diperlukan dalam bekerja maka
mereka akan mampu mengeluarkan ide kreatif dan inovasi yang diinginkannya,
tidak terbatas pada tugas yang diberikan.
4)
Memiliki peluang untuk belajar dan berkembang
Peluang/kesempatan
dalam bekerja, berhubungan dengan motivasi intrinsik yang dimiliki karyawan.
Rasa berdaya karyawan akan muncul bila organisasi memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya, meningkatkan keterampilan serta
peluang untuk menduduki posisi yang lebih baik. Kanter (1979) menggambarkan Structural theory of power in organization seperti
pada gambar 1.
Gambar 1. Structural theory of power in organization (Theory
Kanter, 1979)
Menurut Spreitzer (1995) dari segi sudut pandang psikologi maka
pemberdayaan berkaitan dengan hal-hal
dibawah ini:
1)
Meaning
Meaning dapat diartikan kebermaknaan. Karyawan akan
mengeluarkan seluruh daya dan kemampuannya dalam bekerja jika menganggap pekerjaannya mempunyai arti
bagi dirinya.
2)
Competence
Sering diartikan sama dengan self-efficacy merupakan keyakinan
seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan
tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan,(Bandura, 1997; Gist
and Mitchell, 1992) dalam Spreitzer
et al. (1999)
3)
Choice
Spreitzer et al.
(1999)
disamakan dengan self-determinant atau penentuan
nasib sendiri adalah keputusan memilih dalam memulai dan mengatur tindakan
dalam bekerja.Hal ini merupakan cerminan
otonomi dalam bekerja.
4)
Impact
Sejauh mana seseorang dapat mempengaruhi
strategi, adminitrasi, tindakan dan hasil dari pekerjaannya (Spreitzer, 1995)
Pemberdayaan merupakan
suatu yang mempunyai banyak sudut pandang (multi
layer or multifaceted) yang artinya
tidak dapat dicakup dalam satu buah konsep. Mirip dengan hal diatas, penelitian
Menon (2001) mengatakan ada tiga aspek
kognitif dalam pemberdayaan yaitu; 1). The feeling of a perceived control, 2) the
perception of competence, 3) the internalization of goals and objectives
Daftar Pustaka
Anderson,
J. E. (1984). Public Policy Making (3rd ed.). Newyork: Holt, Rinehart,
and Winston.
Menon, S. T. (2001). Employee
Empowerment : An Integrative Psychological Approach. International
Association for Applied Psychology, 50(1), 153–180.
Spreitzer, G. M. (1995).
psychological empowerment in workplace: dimensions, measurement, and
validation. Academy of Management Journal, 38(5), 1442–1465.
Spreitzer, G. M., Janasz, S.
C. D., Quinn, R. E., & Wiley, J. (1999). Empowered to lead : the role of
psychological empowerment in leadership. Journal of Organizational Behavior,
20(4), 511–526. Retrieved from http://www.jstor.org/stable/3100387
Tohardi, A. (2002). Pemahaman
Praktis Manajemen Sumber daya Manusia. Bandung, Indonesia: CV. Mandar maju.
Werther, W. B., & Davis,
K. (1989). Human Resources And Personnel Management. (K. Davis, Ed.)
(3rd ed., p. 628 hal). Pennsylvania State University: Mc Graw Hill series in
Management.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar