RS Xmemiliki karyawan yang
bekerja di bagian manajemen sebanyak 56 orang terdiri atas 4 orang pejabat
eselon III.b meliputi 3 orang kepala bidang dan 1 orang kepala bagian, 7 orang
pejabat eselon IV (kasi dan kasubag) serta staf yang seluruhnya berjumlah 45
orang. Penelitian ini difokuskan kepada karyawan bagian manajemen dikarenakan
karyawan bagian manajemen merupakan karyawan yang mempunyai beragam latar
belakang pendidikan dengan beban tugas yang kompleks dan tidak berhadapan
langsung ke pasien, namun perannya tidak dapat disampingkan dalam mendukung
terciptanya pelayanan yang prima. Karyawan
manajemen perlu dioptimalkan peranannya dengan besarnya peluang untuk
berimprovisasi dan berinovasi dalam bekerja.
Berdasarkan struktur organisasi RS
X, bagian manajemen dibagi dalam 4
bagian/bidang yang di pimpin oleh pejabat eselon IIIb yaitu : bagian tata usaha dipimpin seorang kepala
bagian, Bidang Kajian Mutu dan SDM dipimpin seorang kepala Bidang, Bidang
Pelayanan Medik dipimpin seorang Kabid dan Bidang Keperawatan dipimpin seorang
Kepala Bidang.
Bagian Tata Usaha membawahi 3 sub
bagian yaitu sub bagian perencanaan, sub bagian keuangan dan sub bagian umum
dan kepegawaian. Setiap sub bagian tersebut dipimpin seorang kepala setingkat
pejabat eselon IV.a. Bidang Kajian Mutu dan SDM membawahi dua orang kepala
seksi yang memimpin seksi kajian mutu dan seksi pengembangan SDM. Bidang
Pelayanan Medik di bagi dalam dua bidang seksi yaitu seksi pelayanan dan seksi
penunjang medic. Untuk bidang keperawatan dibagi dalam dua seksi yaitu seksi
rawat inap dan seksi rawat jalanm dan UGD yang juga dipimpin masing-masing
seorang kepala seksi dengan jabatan struktural eselon IV.a
Gambar 6. Diagram Pie Distribusi Karyawan bagian
Manajemen berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Tahun 2012
Diagram menunjukan mayoritas pendidikan terakhir
karyawan di bagian manajemen adalah sarjana kesehatan masyarakat (21%) dan
ekonomi (21%). Pejabat eselon III.b yang merupakan pimpinan bidang atau bagian
di rumah sakit latar belakang pendidikan S2 kesehatan masyarakat ada 2 orang
(4%), 1 orang dokter spesialis dan 1 orang lagi D3 Keperawatan senior.
Pengambilan
data penelitian dengan kuesioner diberikan kepada staf dan pejabat eselon IV di
bagian manajemen sebanyak 52 orang, yang bersedia menjadi responden dengan
mengisi dan mengembalikan kuesioner yang dibagikan peneliti sebanyak 47 orang.
Dari hasil tersebut dapat dilihat respon terhadap penelitian ini yaitu:
Responden Rate =
=
= 90,3846%
= 90%
Responden tersebut adalah
karyawan RS X yang bertugas di bagian
manajemen menduduki jabatan eselon IV.a (Kasi dan Kasubag) dan staf di
masing-masing bagian dan bidang.
Distribusi responden berdasarkan
jenis kelamin, masa kerja, usia, pendidikan dan status kepegawaian dapat
dilihat di table 4.1.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin, Masa Kerja, Usia, Pendidikan dan Status Kepegawaian
No
|
Data Demografi
|
Kategori
|
Jumlah
|
%
|
1
|
Jenis Kelamin
|
Laki-laki
|
18
|
38%
|
Perempuan
|
29
|
62%
|
||
2
|
Masa Kerja
|
6 bln s/d 2 thn
|
12
|
26%
|
≥ 2 tahun
|
35
|
74%
|
||
3
|
Usia
|
< 45 Tahun
|
36
|
77%
|
≥ 45 Tahun
|
11
|
23%
|
||
4
|
Pendidikan
|
SMA sederajat
|
8
|
17%
|
Diploma
|
10
|
21%
|
||
Sarjana
|
31
|
66%
|
||
5
|
Status Kepegawaian
|
PNS
|
43
|
91%
|
Honores/TKS
|
4
|
9%
|
Mayoritas responden adalah pegawai negeri sipil
sebanyak 91 % dengan masa kerja di bagian manajemen diatas 2 tahun (74%). Karyawan bagian manajemen yang berusia
produktif (dibawah 45 tahun) ada 77%. Pendidikan terakhir mereka kebanyakan
sarjana yaitu 66%. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 63%.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada
responden yang menduduki jabatan eselon III.b (Kabag dan Kabid) dan Satf bagian
manajemen yang bersedia diwawancarai.
Responden In depth interview sebanyak
7 orang staf manajemen dan 1 orang kasi, 3 orang pejabat eselon IIIb dan 1
orang ketua Satuan Pengawas Internal (SPI). karakteristik responden wawancara
secara umum berdasarkan jenis kelamin, Laki-laki 5 orang dan perempuan 7 orang.
Berdasarkan pendidikan terakhir, pasca
sarjana 2 orang, dokter spesialis 1 orang, S1 Kesehatan 3 orang, S 1 umum 3
orang, dan 2 orang tamatan SMA. Status kepegawaian 11 orang PNS dan 1 orang
tenaga Honorer/TKS.
- Power Karyawan di Bagian Manajemen
Pembagian tugas di bagian
manajemen RS X menggunakan sistem bagi habis tugas, sesuai dengan tugas dan
fungsi unit karyawan bagian manajemen di tempatkan.
“
ee.. Sampai saat ini, pembagian tugas itu telah ada yang namanya eee… pembagian
habis tugas yang sudah kami lakukan” (responden
49)
Pembagian habis tugas diterapkan
untuk seluruh bidang dan bagian di manajemen namun tugas yang diberikan belum
terdefinisi dengan jelas bagi karyawan. Karyawan sendiri yang harus
berinisiatif untuk mencari dan menyusun uraian tugasnya termasuk struktur yang
diperlukan. Seperti ungkapan responden
“…
membuat Tupoksi dewek, uraian tugas
dewek, struktur dewek…..”
(Responden 55)
“….Kalo
untuk bagian manajemen masih agak rancu dikit hihihi… masih ado tumpang tindih
disitu.. terus terang bae.. masih ado belum kejelasan yang pas….. belum ada..
jadi kita bekerja sepertinya masih gaya turun temurun kayak itu.. karena
tupoksi kita masih ngambang…”
(Responden 47)
Kesesuaian Tugas dengan pendidikan dan
kemampuan yang karyawan juga belum terlaksana. Sebagian karyawan yang bekerja
di manajemen merasa belum sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
“menurut
saya pemberdayaan karyawan di RSUD dr. H. M. Rabain Muara Enim agak sedikit
kurang tepat karena banyak sekali karyawan yang di tempatkan di manajemen yang
tidak sesuai dengan pendidikannya dan kemampuannya” (Responden 1)
Ketidaksesuaian ini ternyata bagi
sebagian karyawan bukan suatu permasalahan, bahkan merupakan suatu tantangan
tersendiri bagi mereka untuk mendapat ilmu pengetahuan yang baru diluar
kompetensi yang ia miliki. Wawancara dengan
3 (tiga) orang karyawan mengisyaratkan hal itu ketika mereka ditanya
peneliti apakah selama ini pekerjaan yang dilakukan sudah sesuai dengan
pendidikan atau kompetensi yang mereka miliki;
“yang
selamo ini ni..kalo misalnyo … dak-dak berdasarkan ilmu ya..”(Responden 10)
”kalo
misalnyo dibutuhkan..iyo dibantu.. dari situ, dapat ilmu.. paham dikit-dikit
pekerjaan itu.. kalo yang rutinitas ya dapet banyak ilmu..” “ padahal kito
pengen..pengen belajar....” (Responden 36)
“iyo
kito pengen.. sudah tu kalo kito disuruh-suruh… sebenarnyo kito tu dapat ilmu
dari situ na… Cuma, kito tu dak selalu disuruh..idak selalu …” ( Responden 10)
“kesempatan
yang dikasih tu… caknyo belum ado yo..” (Responden 36)
Fleksibilitas dalam bekerja,
karyawan yang sebagian besar merupakan PNS bekerja sesuai dengan peraturan yang
berlaku dalam pemerintahan. Masuk harus jam 08.00 WIB dan Pulang jam 16.00 WIB.
Absensi menjadi tolka ukur kinerja. Sebagaimana ungkapan responden tentang
fleksibilitas.
“..
jadi walaupun kito bagus.. kito tetap tehambat.. dari aturan baku ini tadi.. “ (Responden 47)
Sejak RS X menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), ada penghargaan
terhadap kinerja yang mereka lakukan. Penghargaan yang dirasakan identik dengan
jasa dan remunerasi yang ada sejak RSUD menerapkan PPK BLUD. Adanya uang jasa
dan remunerasi memuncul suasana kompetitif sehat antar karyawan untuk
memberikan yang terbaik ke rumah sakit dikarenakan hasil pekerjaannya akan
mempengaruhi uang yang akan mereka peroleh.
“…....
jadi ada rasa kompetitif sehat di kita itu untuk mencari pendapatan tambahan
karena apa.. hasil dari rumah sakit ya kita juga la yang menikmatinya...” (Responden 50)
Hubungan yang terjalin di bagian
manajemen antar karyawan di RS X terjalin dengan baik dan pimpinan selalu megadakan acara
rutin tahunan untuk memupuk rasa persaudaraan antar karyawan di rumah sakit.
Pimpinan setiap tahun selalu mengadakan acara silahturahmi berupa “buka puasa”
bersama dan “halal bi halal” di rumah sakit.
Namun bagi sebagian karyawan,
rutinitas tersebut belum mampu memupuk rasa kekeluargaan yang ada di rumah sakit, karyawan menginginkan rasa
kekeluargaan yang terbentuk bukan hanya dalam bentuk acara ceremonial tapi juga dalam bentuk perhatian dan silahturahmi dalam
situasi sehari-hari. Yang ada sat ini dalam pandangan mereka hanya jika ada
pimpinan yang sakit atau terkena musibah yang banyak karyawan datang membesuk,
tetapi jika karyawan rendahan dan staf, yang datang membesuk hanya rekan kerja
di ruangannya dan yang akrab saja.
“amen
ke keluargaan la ade di kite ni usaha pimpinan.. tapi belum mendalam.. maksud
aku kalu yang sakit tu pimpinan.. banyak
ye datang njenguknye.. cube amen kite ye staf ni.. paling sikok due.. kamu-kamu
nilah..” (Responden 2 )
Selain itu, situasi dan kondisi
keluarga bagi sebagian karyawan akan mempengaruhi kinerja dalam melakukan tugas
sehari-hari. adanya masalah keluarga akan berpengaruh kepada kinerjanya di
rumah sakit. Kondisi ini terjadi dikarenakan sebagian besar karyawan adalah
perempuan yang juga menjadi ibu rumah tangga di
dalam keluarga sehingga kondisi karyawan akan mengikuti kondisi di dalam
rumah tangganya. Seperti pernyataan responden ketika ditanya pengaruh keluarga
terhadap kinerja karyawan;
“….Sebenarnyo
kalo kito kinerja individu internal sebagai professional..harusnya
tidak..harusnya!.....Tapi kita sering membawa hal-hal di luar itu, masalah
rumah tangga.. sering menyangkut ke individu..itu tadi ye..yang bersangkutan
belum bisa membeda-bedakan antara ini kepentingan kerja atau kepentingan rumah
tangga.. harusnya dia itu tau ye,.. tapi tidak banyak orang yang.. kalo hatinya
goyang tidak terbawa ke dalam kinerja kita. Sering biasanya masalah hati di
rumah, sering dibawa.. semestinya tidak……” (Responden 50)
“bagi
saya pribadi, tentu ado pengaruh keluargo ke gawean, besak bagi aku pengaruh
keluargo ado 60 % lah.. misalnyo kalo anak kito sakit di rumah, kito tinggal
begawe.. tentu dak tenang kito begawe,.. kito teringat anak di rumah, cak mano
kondisinyo.. akhirnyo gawean dak focus kan …” (Responden 47 )
a. Akses
Peluang di Bagian Manajemen
No
|
Poin
|
Ẋ
|
Sedikit
|
Sedang
|
Banyak
|
|||
1 (%)
|
2(%)
|
3(%)
|
4(%)
|
5(%)
|
||||
Akses Peluang
|
||||||||
Pekerjaan yang menantang
|
3.04
|
11%
|
9%
|
45%
|
32%
|
4%
|
||
Ikut
Pelatihan/seminar/lokakarya
|
3.00
|
6%
|
19%
|
43%
|
26%
|
6%
|
||
mendapat keterampilan
|
3.36
|
4%
|
9%
|
45%
|
32%
|
11%
|
||
peluang belajar dalam bekerja
|
3.43
|
2%
|
13%
|
38%
|
34%
|
13%
|
||
tugas sesuai dengan kompetensi
|
3.04
|
15%
|
13%
|
34%
|
30%
|
9%
|
||
untuk maju/karir
|
3.21
|
6%
|
23%
|
26%
|
32%
|
13%
|
Karyawan RS X secara mayoritas
menilai akses peluang yang ada di bagian
manajemen termasuk dalam kategori sedang.
Nilai terendah secara persentasi ada pada kesesuaian tugas dengan kompetensi yang dimiliki (latar belakang
pendidikan dan pengetahuan) dimana yang menjawab tidak ada 15 %.
Kebanyakan latar belakang
pendidikan yang dimiliki karyawan adalah kesehatan (SPK, DIII kesehatan, S1
kesehatan) yang kurang berhubungan secara langsung dengan imu yang diperlukan
dalam mengelola manajemen rumah sakit misalnya bendahara keuangan adalah
lulusan DIII Keperawatan Gigi. Responden yang menjawab pertanyaan terbuka di
kuesioner juga mengungkapkan hal tersebut.
“menurut
saya pemberdayaan karyawan di RSUD dr. H. M. Rabain Muara Enim agak sedikit
kurang tepat karena banyak sekali karyawan yang di tempatkan di manajemen yang
tidak sesuai dengan pendidikannya dan kemampuannya” (Responden 1)
Penyebab hal ini terjadi karena
wewenang penempatan pegawai khususnya pegawai negeri sipil (PNS) ada di
kewenangan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sehingga pegawai yang ditempatkan
kadang-kadang tidak sesuai dengan kompetensi yang diperlukan Rumah sakit.
Selain itu, karyawan bagian manajemen RS X juga kekurangan secara kuantitas,
terindikasi dari adanya karyawan yang merangkap tugas melebihi tiga sebagaimana
pernyataan responden;
“…….setelah
saya amati memang kebutuhan tenaga SDM manajemen itu masih cukup.. belum
cukup…. masih kurang…. kalo untuk mendukung pelayanan rumah sakit …… beberapa
pegawai itu ada yang merangkap walaupun secara maksimal belum……”(Responden 21)
Persentase pengkategorian sedikit yang mempunyai nilai tertinggi
adalah peluang maju/karir yang mencapai nilai 29%. Ini dikarenakan karyawan
bagian manajemen RS X berstatus PNS yang karier mereka ditentukan oleh
kedekatan dengan pimpinan dan pengaruh politik. Pelaksanaan otonomi daerah yang
member kewenangan dan kekuasaan daerah untuk mengatur daerahnya termasuk
kepegawaian.
“…..Tapi,
untuk jenjang karir kearah e.. struktural, itu juga dipengaruhi beberapa hal..
contohnya, adanya otonomi .. kalo otonomi itu, yang menentukan adalah kepala
daerah, dan kadang-kadang kepala daerah itu.. dipengaruhi juga oleh.. oleh
siapa yang mau diangkat tadi.. karena mereka mencari yang..yang sepaham atau
sejalan .. jadi kadang-kadang .. e.. selalu.. apa namanya..secara kriteria dia
belum mencukupi pun.. bisa menduduki itu.. lalu kriteria itu dilengkapi setelah
menduduki jabatan…” (Responden
41)
b. Akses
Informasi di Bagian Manajemen
No
|
Poin
|
Ẋ
|
Sedikit
|
Sedang
|
Banyak
|
|||
1 (%)
|
2(%)
|
3(%)
|
4(%)
|
5(%)
|
||||
Akses Informasi
|
||||||||
akses yang sama dengan karyawan
lain
|
3.28
|
2%
|
11%
|
45%
|
43%
|
0%
|
||
tujuan pimpinan
|
3.32
|
0%
|
13%
|
45%
|
40%
|
2%
|
||
rencana kerja tahun ini di unit
kerja
|
3.38
|
0%
|
11%
|
45%
|
40%
|
4%
|
Akses informasi bagi karyawan
bagian manajemen di RSUD dr. H. Mohamad termasuk dalam kategori sedang bagi
karyawan. Nilai terendah di ada pada poin akses yang sama dengan karyawan lain
2%. Di bagian manajemen RS X tersedia jaringan internet melalui wifi namun, untuk mennigkatkan
kualitas akses hanya beberapa orang karyawan yang memiliki login akses ke
internet. Selain itu, ada beberapa unit yang letaknya agak jauh dari sumber
wifi sehingga sinyal yang dtangkap laptop maupun computer tidak mencukupi untuk
mendowload berbagai informasi yang diperlukan secara cepat.
“…..untuk
di unit kita, sarana prasarananya di unit kita ini sudah cukup.. itu untuk
setingkat unit baru..cuman mungkin..untuk akses keluar dalam artian e..kita
bisa browsing .. kayaknya disini kelemahannya adalah e.. fasilitas internet
itu.. mungkin karena memang kendala dengan ..anu.. karena kita menginduk ke
pemda. Jadi, terkendala di akses yang lambat.. itu akses informasi keluar…..” (Responden 41)
“……..Sudah,
tidak ada masalah.. tapi kadang-kadang kita kalo itu.. yang dikatakan
bener-bener.. kita mau cari satu aturan saja karena kita bekerja bertindak dari
aturan,.. jadi, kita browsing aja lama….
Sekali… di ruangan ini.. tapi kalo mungkin diruangan lain di kantor idak.. “(Responden 41)
“mungkin karno jauh..idak nyampe” (Responden 10)
Unit yang sangat memerlukan
jaringan internet namun tidak berada dalam jangkauan sinyal wifi adalah unit
klaim jamkesmas dan jamkesos semesta.
Unit ini sangat membutuhkan akses internet untuk meningkatkan kinerja
software yang memerlukan update dari
servernya.
“..
internet yang fasilitas kami perluke.. kami nak mengupdate software kami
inilah..” (Responden
53 )
“..
iyo itu.. internet tu harus.. penting nian bagi kami itu..” (Responden 54 )
c. Akses
Dukungan di Bagian Manajemen
No
|
Poin
|
Ẋ
|
Sedikit
|
Sedang
|
Banyak
|
|||
1(%)
|
2(%)
|
3(%)
|
4(%)
|
5(%)
|
||||
Akses Dukungan
|
||||||||
mendapat Dukungan bila
pekerjaan baik
|
3.36
|
6%
|
6%
|
40%
|
38%
|
9%
|
||
apresiasi bila melakukan
inovasi
|
3.23
|
4%
|
9%
|
51%
|
32%
|
4%
|
||
petunjuk dan saran dalam
memecahkan masalah
|
3.34
|
2%
|
15%
|
43%
|
28%
|
13%
|
||
bimbingan dalam bekerja
|
3.47
|
0%
|
13%
|
45%
|
26%
|
17%
|
||
bantuan jika ada kesulitan
dalam bekerja
|
3.34
|
4%
|
9%
|
51%
|
21%
|
15%
|
||
bantuan mengakses sumber /orang
lain
|
3.36
|
2%
|
9%
|
49%
|
32%
|
9%
|
||
pengakuan dan penghargaan
|
3.15
|
9%
|
13%
|
43%
|
28%
|
9%
|
Nilai
persentase yang menarik perhatian dari peneliti adalah pada akses pengakuan dan
penghargaan. Walau secara materi, kinerja dari karyawan telah diberikan reward
berupa remunerasi dan jasa tak langsung. Dalam
memberikan reward dan punishment, pimpinan lebih memperhatikan punishment untuk meningkatkan kinerja
karyawan bagian manajemen.
“…ada
ee.. reward and punishment jadi punishmentnya yang harus lebih jelas,. Jadi
sanksi bagi mereka yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana tugas pokok dan fungsinyanya jadi kita berikan teguran
sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 53 tentang disiplin pegawai, itu sudah
kita lakukan dengan baik sehingga karyawan yang
akan melakukan tindakan tindakan indisipliner itu semakin berkurang,
dengan adanya sistem ini…”(Responden
49)
Pengakuan dan penghargaan di
bagian manajemen belum dirasakan staf dalam bekerja. Hal ini seperti pengakuan
responden berikut:
“…bagaimana penghargaan pimpinan terhadap gawean?..o itu.. tidak ada
itu.. tidak aku rasoke… tapi adolah dikit..”(Responden 24)
Begitu pun dukungan dalam bentuk
bantuan dan bimbingan dalam bekerja, sebagian karyawan mempersepsikan sedikit
sekali bimbingan dan bantuan dalam bekerja dari pimpinan. Hal ini tergambar
dari jawaban responden ketika ditanyakan tentang jika menghadapi masalah dalam
bekerja.
“.. gawean kito ni .. yo dapat dari nyari dewek di internet” (Responden
24)
“..
kalu aku dak biso aku nanyo ke pucukan aku… tapi kadang dak dijawab.. yo aku
nanyo-nanyo ya tau lah yang galak ngajari ..”( Responden 28)
b. Akses
Sumber Daya di Bagian Manajemen
No
|
Poin
|
Ẋ
|
Sedikit
|
Sedang
|
Banyak
|
|||
1 (%)
|
2(%)
|
3(%)
|
4(%)
|
5(%)
|
||||
Akses Sumber Daya
|
||||||||
Perlengkapan dalam bekerja
|
3.72
|
0%
|
4%
|
32%
|
51%
|
13%
|
||
waktu mendokumentasikan
|
3.60
|
0%
|
4%
|
36%
|
55%
|
4%
|
||
waktu untuk menyelesaikan tugas
|
3.64
|
0%
|
2%
|
40%
|
49%
|
51%
|
||
partisipasi perekrutan SDM
|
2.74
|
19%
|
19%
|
32%
|
23%
|
4%
|
||
partisipasi penyediaan
perlengkapan
|
3.17
|
9%
|
11%
|
38%
|
40%
|
2%
|
||
Partisipasi penyediaan
peralatan
|
3.19
|
11%
|
11%
|
32%
|
43%
|
4%
|
Sumber daya untuk mendukung kerja
karyawan bagian manajemen secara umum telah mencukupi. Komputer tersedia di
setiap ruangan lengkap dengan printer dan jaringan internet. Alat tulis kantor
juga tersedia, namun dalam poin yang ditanyakan nilai terendah ketika poin
kuesioner menanyakan partisipasi dalam perekrutan SDM (19 %). Karyawan di
bagian manajemen mayoritas adalah pegawai negeri sipil yang perekrutan mereka
melalui seleksi Calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah melalui Badan kepegawaian daerah, sehingga karyawan bagian
manajemen sebagian mempersepsikan tidak ada keterlibatan dalam rekruitmen
karyawan. Sebagagaimana pernyataan responden:
“……pengennyo
aku ditambah, kalu pacak.. tapi kan kito ni ye merekrut PNS kan BKD,. Agek
penempatannyo mereka jugo yang ngatur.. paling pacak kite ngusulke yang kito
perluke.. nah.. yang di nginjuk kan BKD.. kalu diturutinyo.. kadang di
injuknyo.. tapi kebanyakan untuk tenago fungsional.. kito kan masih kurang nian
tenago fungsional kareno ado gedung baru sekarang ni.. 3 gedung baru.. besak
galo pulo.. kito tengah taun tadi la nerimo pegawai BLUD tapi untuk tenaga
pelayanan galo.. kalo manajemen ni belum caknyo.. iyo, cukup-cukup kela yang ado ni la….” (Responden 51).
Sementara untuk keterlibatan
dalam penyediaan perlengkapan dan peralatan, karyawan bagian manajemen rata-rata
ada keterlibatan walaupun sedikit. Untuk terlibat langsung, karyawan memerlukan
keahlian khusus sesuai dengan Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang
jasa pemerintah yaitu memiliki sertifikat pengadaan barang jasa yang
dikeluarkan oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah).
“
Kalo di kito ni, Alhamdulillah ATK, computer, internet ado.. printer walau la
lamo ye penting maseh pacak dipakai.. kalo penyediaannyo, rombongan solihin..
ditempat kau tula.. mereka tula ye ngadokenyo.. mereka kan la ado sertifikat
pengadaan.. paling kami jadi tim penerima barang selaku pengguna barang.. itu
bae.. untuk nentuke barang apo-apo yang nak diadoke.. dak tau kami, cumin kami
ngusul di akhir taun untuk perluan yang akan datang.. ye ngatur perencanaan
tula.. ngadokenya apo taun ini.. apo taun depan.. kalo kami ni.. kalo ditanyo
apo ye diperluke, kami jawab ini, ini.. nah ye diperluke.. di acc apo idak kami
dak tau..” (Responden
51)
Pemberdayaan psikologis adalah
daya yang dimiliki oleh karyawan yang berasal dari dalam dirinya untuk bekerja.
Pemberdayaan psikologi diperkenalkan oleh pakar SDM yang berbasis psikologi,
sebagian pakar lain menggolongkan ini sebagai motivasi instrinsik yang dimiliki
karyawan. Secara umum, Karyawan bagian manajemen bekerja dengan kondisi biasa,
lancar dan berjalan rutinitas.
“kalo
situasi di ruangan ini ya biasa.. kondisi biasa aja ……… dan berjalan rutinitas .. berjalan lancar
aja.. Itu aja yang paling pokok.. berjalan lancar-lancar aja..” (Responden 50)
Karyawan bagian manajemen
sebagian besar pegawai negeri sipil (PNS) yang mempersepsikan sebagai status
kerja dengan posisi aman dan nyaman.
Kerja bagi karyawan yang berstatus PNS merupakan satu kewajiban untuk
mendapatkan gaji yang halal.
“…
tugas kito lah sebagai pegawai negeri menjalani kewajiban.. gaji kito buto Qiu
kalu aku dak masuk (kerja-pen)..” (Responden 24 )
Karyawan yang berumur diatas 45
tahun merasa mereka telah melakukan rutinitas monoton selama ini, merasa bosan
dan memberi kesempatan yang muda untuk bekarya.
“…janganlah
yang tuo terus.. yang tuo-tuo ni yang diajari..yang mudo-mudo ni maju.. kami ni
rasonyo la bosan igo gaweko titu…”
(Responden 2 )
Perasaan bosan dengan pekerjaan
yang monoton juga dirasakan oleh sebagian karyawan yang berusia produktif
(<45 ada="" alasan="" bosan.="" dan="" dengan="" dimiliki="" faktor="" kompetensi="" menjadi="" pekerjaan="" rasa="" rutinitas="" sesuai="" span="" tahun="" tantangan="" tidak="" timbulnya="" utama="" yang="">45>
“..ai
amen aku ni mak ini- mak inilah.. mengki’ lemak, mengki’ dak lemak..maseh ke mak inilah.. yang
penting begawi.. ade gaji…”(Responden
52 )
Dari hal diatas dapat dilihat
bahwa motivasi kerja dari sebagian pegawai negeri sipil tidak terlalu kuat,
hanya menjalankan rutinitas dan kewajiban selaku PNS.
Bagi sebagian karyawan lain
mereka bekerja dengan memberikan yang terbaik dikarenakan merasa mempunyai
tanggung jawab atas kepercayaan pimpinan terhadap dirinya yang telah di beri
tugas.
“…prinsip
ibu, kito ni begawe samo Allah, salah
satu bentuk pengabdian dan ibadah kito ke tuhan.. lagian itu kan kepercayaan
pimpinan ke kito.. yo, di lakukan sebaik mungkin dan penuh tanggung jawab..” (Responden 28)
Karyawan dengan konsep motivasi di atas
menunjukan dedikasi kerja yang sangat baik. Karyawan dengan dengan dedikasi ini
rata-rata merupakan karyawan dengan tugas rangkap diatas dua dan terlibat dalam
berbagai kegiatan kelompok kerja yang dibentuk dalam rangka membantu tugas
rumah sakit. Karyawan ini menganggap bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan
sebagian tugas agama yang bernilai ibadah dimata Tuhan.
“……..kito
begawe tu ado hati nurani.. walaupun
kito di awasi oleh atasan kito, kito tetap begawe. Karno kito ya.. intinyo kalo
rukun iman itu kan ado iman kepada malaikat.. kalo iman kepada malaikat itu
intinyo kito ado yang mencatat apo yang ado kito gawekan.. yang kiri kanan itu
ka nada yang mencatat.. nah kalo kito sadar.. dan kito.. apo ye.. setelah
mengikuti itu. Setiap gawean itu ibadah.. adalah ibadah…..” (Responden 13)
Pola pengelolaan keuangan BLUD
menjadikan rumah sakit memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan yang
diperoleh. Sejak RS X menerapkan PPK BLUD tahun 2009 rumah sakit terus
berkembang dan berkreasi untuk meningkatkan mutu rumah sakit. Analisa perencanaan Rencana Bisnis Anggaran
(RBA) Rumah Sakit selama 3 tahun dapat dilihat bahwa pendapatan rumah sakit
dari tahun ke tahun terus meningkat.
Dengan meningkatnya pendapatan,
jasa dan remunerasi yang didapat karyawan seharusnya ikut meningkat. Jasa dan
remunerasi tentu akan mempengaruhi etos kerja karyawan rumah sakit, namun
analisa RBA perubahan tahun 2010 s/d 2012 menunjukan hal lain. Terjadi
penurunan anggaran jasa dan remunerasi dari tahun 2011 ke 2012. Hal ini terjadi
karena pendapatan yang tercatat termasuk piutang dari pihak ke tiga lainnya
termasuk piutang Jamkesmas dan Jamkesda.
Adanya
piutang yang tertagih akan mempengaruhi jasa dan remunerasi yang diperoleh karyawan
dalam bekerja. Pemberian jasa bagi karyawan yang semestinya sesuai
dengan beban kerja menjadi tersendat dikarenakan adanya tagihan ke pihak ketiga
yang belum dibayar. Harapan mereka dengan beban kerja yang bertambah, tentu
hasil yang mereka dapatkan juga akan bertambah. Keterlambatan pembayaran
tagihan klaim pihak ketiga ini yang menjadi permasalahan dalam membayar jasa
karyawan.
Pemberdayaan secara struktural memerlukan pelatihan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari karyawan dalam bekerja, apalagi
dengan adanya karyawan yang bekerja di bagian yang tidak sesuai dengan latar
belakang pendidikannya.
“..
tapi yang sebaik-baiknya harus ada diklat karena kalo nggak ada diklat
ya..usaha orang, semampu orang bagaimana ya.. bisa la kita nilai, semampu orang
tapi tidak ada diklatnya khan..beda lah dengan orang yang sudah diklat sekali
dua kali , dia udah paham kan (pekerjaan-pen)..” (Responden 22)
Dalam analisis rencana bisnis
anggaran rumah sakit, peneliti
menemukan adanya kecenderungan penurunan
dana untuk diklat/pelatihan bagi karyawan yang bersumber dari dana BLUD.
Namun, di lain pihak. Anggaran
untuk honorarium dan insentif berdasarkan analisa Rancana Bisnis Anggaran
peneliti melihat adanya kenaikan. Tahun 2010, bagi karyawan hanya mendapatkan
uang lembur dan honorarium kegiatan, pada tahun 2011, selain honor dan lembur,
karyawan juga mendapat uang tambahan penghasilan. Pada tahun 2012, uang
tambahan penghasilan yang tahun 2011, hanya diberikan dalam bentuk Tunjangan
Hari Raya, menjadi tambahan penghasilan perbulan (insentif).
Selain itu, peneliti mengamati,
program pelatihan dan diklat bagi karyawan belum terorganisir secara baik.
Mulai tahap perencanaan sampai dengan
evaluasi program pelatihan. Pada tahap perencanaan, RS X belum memiliki sebuah
“Grand Design” untuk diklat yang akan diikuti maupun diberikan kepada karyawan.
Hal ini seperti pernyataan responden
“…nah.. kito belum ado di suatu perencanaan atau di
bidang mutu itu perencanaan khusus..ee..
membuat pertahun “grand design” itu.. maksudnya tahun ini pelatihan apa
untuk mendukung manajemen, tahun 2000
berikutnya untuk apa .. jadi
secara lima tahun…” (Responden
21).
Pelaksanaan pelatihan yang
dilaksanakan saat ini dan sebelumnya masih mengikuti pelatihan ataupun diklat
di instansi lain yang mengadakakannya.
Diklat/pelatihan/seminar yang diikuti karyawan tidak terjadwal dan
disesuaikan dengan kebutuhan, pelatihan yang diikuti hanya pelatihan yang diketahui
melalui surat undangan dan setelah mendapat persetujuan pimpinan. Pelaksanaan
seperti ini menjadikan focus pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
“..
hanya blok grand,. Ada surat panggilan
untuk masuk untuk ikut pelatihan.. dah, berangkat.. na disini.. jadi, tidak
memprioritaskan pelatihan apo taun ini.. sekarang ni ado yang itu…” (Responden 21)
Karir
bagi karyawan di RS X selaku Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang dimiliki
Pemerintah kabupaten Muara Enim yang pengaturan jabatan struktural diatur oleh
pemerintah. Otonomi daerah memjadikan kepala daerah mempunyai kekuasaan mutlak
dalam mengatur jabatan di lingkup pemerintahan.
“…..kalo
otonomi itu, yang menentukan adalah kepala daerah, dan kadang-kadang kepala
daerah itu.. dipengaruhi juga oleh.. oleh siapa yang mau diangkat tadi.. karena
mereka mencari yang..yang sepaham atau sejalan .. jadi kadang-kadang .. e..
selalu.. apa namanya..secara criteria dia belum mencukupi pun.. bisa menduduki
itu.. lalu criteria itu dilengkapi setelah menduduki jabatan…” (Responden 41)
Hal ini memberikan dampak negatif dalam
memberdayakan karyawan khususnya bagian manajemen. jenjang karir yang sedikit
peluangnya untuk karyawan dihargai dengan kinerja dan kemampuannya yang
maksimal, akan menurunkan motivasi kerja karyawan yang bersangkutan.
“…bahwa kadang-kadang SDM belum mempunyai criteria tetapi dipaksakan
pengangkatannnya.. ya itu tadi.. orang-orang yang kredibel yang sudah mencukupi
kiteria akhirnya dia merasa tidak.. tidak dihargai ya.. mengakibatkan motivasi
atau penurunan kinerja.. karena dianggapnya kinerja yang bagus itu .. dia tidak
mendapatkan penghargaan.. karena penghargaan itu.. selain tadi .. kenaikan
golongan.. mungkin pengakuan dalam bentuk jabatan…” (Responden 41)
Pejabat
yang diangkat menjadi pimpinan pun kadang-kadang tidak memahami TUPOKSI dari
unit yang dipimpin yang berakibat penurunan kinerja yang dihasilkan unit
tersebut. Keberhasilan program yang menjadi pekerjaannya pun mengalami “delay” atau bisa jadi menjadi gagal
dikarenakan pimpinan yang diangkat tidak mempunyai kompetensi dibidang
tersebut.
“..untuk
yang diangkat tadi, Yang diangkat tadi karena ini sesuatu yang dipaksakan
juga.. semangat kerjanya mungkin bagus tetapi, hasil outcomenya kurang bagus.
Karena.. ya dia belum terlalu memahami
betul tentang itu.. sehingga dia masih mencari-cari dan waktu selesai lama..
a.rtinya , banyak waktu yang terbuang
untuk keberhasilan program..” (Responden
41)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar